Beberapa waktu lalu, jagad media sosial telah dihebohkan dengan kasus child grooming yang menimpa salah satu aktor terkenal asal Korea Selatan. Dari kasus ini, banyak warganet yang berbondong-bondong untuk menolak kemunculannya di berbagai media seperti iklan, TV, dan lain sebagainya.
Dalam situasi seperti ini, bayangkan jika Anda adalah bagian dari entertainment agency yang menaungi sang aktor. Apa langkah yang harus diambil? Bagaimana Anda bisa merespons gejolak opini publik tanpa menambah keruh suasana?
Fenomena cancel culture kini menjadi ancaman besar pagi pelaku bisnis dan industri. Meski demikian, Anda tidak perlu khawatir. Artikel ini akan membahas bagaimana agensi dapat bersikap bijak dan strategis dalam menghadapinya.
Apa itu Cancel Culture?

Cancel culture adalah fenomena dimana seseorang atau suatu pihak tertentu yang kehilangan dukungan publik yang disebabkan karena melakukan kesalahan. Dalam praktiknya, publik terutama pengguna media sosial secara masif menyerukan boikot atau penolakan terhadap individu atau brand.
Seseorang, kelompok, organisasi, atau bahkan entitas bisnis bisa saja ‘dibatalkan’ karena tuduhan yang mungkin belum tentu terbukti. Meski demikian, di era digital setiap masyarakat dapat menyuarakan opini dan kritik secara bebas bahkan tanpa batas.
Serangan kritik dan opini bisa berlangsung sangat cepat dan datang tiba-tiba. Inilah yang dapat menimbulkan ketakutan bagi pihak yang menjadi sasaran.
Fenomena Cancel Culture di Indonesia: Penghancur Reputasi
Dulu, cancel culture dikenal sangat kuat dampaknya di Korea Selatan, terutama bagi para selebriti. Namun kini, fenomena ini bukan lagi hal yang asing di Indonesia.
Di Indonesia sendiri pada dasarnya skala cancel culture tidaklah sedahsyat yang terjadi di Korea Selatan. Walaupun begitu, gelombang boikot sering kali terjadi pada bisnis atau brand. Contohnya, dalam konteks dukungan terhadap Palestina, sejumlah brand mendapat boikot dari warganet karena dianggap memiliki keterkaitan atau dukungan terhadap Israel.
Akan tetapi, Anda perlu waspada bahwa budaya pembatalan ini bisa saja terjadi karena alasan apapun. Terkenal maupun tidak, siapa pun bisa menjadi target serangan di dunia media sosial. Hanya dalam sekejap, serangan ini bisa berubah menjadi badai besar yang tidak pernah Anda duga sebelumnya.
Brand cancel culture bisa berdampak luar biasa terhadap bisnis Anda, baik berpotensi merusak reputasi maupun pengancam kelangsungan operasional keseluruhan. Hanya dalam hitungan detik saja, tekanan publik dapat membuat mitra bisnis Anda berhenti, penjualan menurun, bahkan pelanggan loyal berpaling begitu saja.
Beberapa artis atau brand sering kali mempercayakan persoalan serangan cancel culture kepada agency sebagai pihak ketiga. Lantas, apa yang harus Anda lakukan untuk menghadapi ancaman pembatalan ini?
Apa yang Harus Dilakukan oleh Agency?
-1744272770.jpg)
Saat menghadapi gelombang cancel culture, Anda perlu mengambil sikap strategis berikut ini:
a. Bertindak Secara Proaktif
Percayalah, jangan menunggu hingga situasi menjadi rumit dan memburuk. Walau hanya bermula dari komentar sederhana atau cuitan di media sosial, ini bisa menjadi sinyal untuk Anda.
Anda perlu melakukan monitoring isu di berbagai media untuk mendeteksi potensi krisis sejak dini. Dengan mengambil sikap proaktif, agency dapat menyiapkan respons secara tepat dan cepat sebelum opini publik terbentuk secara luas.
b. Merencanakan Manajemen Reputasi & Krisis
Beberapa brand atau bisnis sering kali mengabaikan perencanaan manajemen krisis dan reputasi sebagai sebuah strategi komunikasi jangka panjang.
Manajemen ini meliputi alur pengambilan keputusan, pembentukan tim respons krisis, hingga menunjuk spokesperson yang tepat. Rencana ini harus fleksibel dan bisa diterapkan pada berbagai skenario baik untuk konteks artis maupun brand.
Dengan kesiapan yang matang, brand dapat merespons situasi reputasi dengan sigap dan terkoordinasi, sehingga dampak negatif pun bisa diminimalkan.
c. Tetap Transparan
Saat publik berbondong-bondong menolak kehadiran brand atau artis, maka setiap tindakan pihak sasaran akan menjadi sorotan. Di situasi yang seperti ini, transparansi adalah kunci untuk membangun kepercayaan.
Kejujuran dan komunikasi yang tulus sangatlah penting. Hindari sikap yang manipulatif. Jika memang terjadi kesalahan, akui dan berikan pertanggung jawaban. Publik akan menghargai hal tersebut daripada sekadar pembelaan diri.
d. Upayakan Kolaborasi dengan Stakeholder Terkait
Jangan ragu untuk menjalin kerjasama dengan stakeholder brand terkait. Kolaborasi ini penting untuk menyusun respons yang solid dan menghindari kontradiksi yang justru memperkeruh situasi.
Jika memungkinkan, libatkan juga komunitas atau organisasi yang relevan untuk menunjukkan komitmen nyata terhadap perbaikan.
Demikian penjelasan mengenai fenomena cancel culture dan bagaimana agency harus mengambil tindakan untuk membantu artis maupun brand yang tengah menjadi sasaran. Sekali lagi, ledakan opini di media sosial benar-benar bisa menjadi penghancur reputasi bisnis Anda.
Deteksi sedini mungkin perlu Anda fokuskan sekarang juga. Salah satunya dengan menerapkan social media management yang strategis, terstruktur, dan tepat sasaran. Jangan khawatir, Anda tidak sendiri. Anda bisa percayakan EON Creative Digital untuk membangun reputasi brand Anda di media sosial melalui service social media management. Jadi, tunggu apa lagi?